Catatan Perjalanan :

Keliling Setengah Amerika

 

35.   Bermalam Di Oskaloosa

 

Meninggalkan kota Waterloo hari Rabu, 12 Juli 2000, saat hari mulai rembang petang. Langit merah masih tampak di ufuk barat daya sepertinya berada jauh di ujung jalan lurus di tengah ladang terbuka yang saya lalui dari utara menuju selatan, hingga akhirnya malam pun tiba.

 

Perjalanan menyusuri ladang jagung Iowa masih saya teruskan dengan tentu saja pemandangan alamnya semakin tidak dapat dinikmati ketika malam benar-benar menjelang. Perjalanan kini telah menjadi semakin membosankan. Tidak ada hal lain yang terlintas di pikiran saya selain secepatnya berhenti mencari penginapan. Tapi, “nginap di mana enaknya?”. Wong sepanjang rute jalan Hwy 63 ini hanya ada kota-kota kecil.

 

Sampai di hari keduabelas ini agaknya kebosanan sudah mulai dirasakan oleh anak-anak. Mereka tahu bahwa ini adalah perjalanan kembali menuju ke New Orleans, tapi kok tidak sampai-sampai. Beberapa kali anak-anak bertanya apakah New Orleans masih jauh, berapa lama lagi, kapan akan sampai New Orleans, dan pertanyaan-pertanyaan semacam itu mulai sering ditanyakan.  Saya dan istri sangat-sangat memaklumi dan memahami akan hal ini.

 

Kepada anak perempuan saya yang lebih besar, terkadang saya gelarkan peta Amerika dan saya tunjukkan di mana posisi kami saat itu, jalan mana saja yang akan dilewati serta apa saja yang akan dilihat di sana. Namun bagi anak laki-laki saya yang lebih kecil, tahunya hanya besok - besoknya - dan besoknya lagi, akan sampai ke New Orleans.

 

Namun mereka agak terhibur ketika saya beritahu bahwa besok akan menuju ke rumah seorang rekan di Columbia yang mempunyai anak-anak yang kira-kira sebaya dengan anak laki-laki saya. Anak-anak saya pun senang akan ketemu teman barunya.  

 

***

 

Menyusuri jalan di sepanjang areal perladangan, sebenarnya ada pemandangan menarik lainnya selain ladang-ladang jagung. Sejak mulai menyusuri ladang jagung di sisi utara wilayah Iowa hingga saya tiba di pertengahannya saat hari mulai gelap, saya melihat banyak mobil-mobil bagus yang diparkir di pinggir atau di pojok areal perladangan menghadap ke jalan raya.

 

Terkadang hanya satu atau dua mobil, terkadang sampai tiga mobil berjejer di satu lokasi. Antara batas ladang dan badan jalan biasanya masih terdapat bidang terbuka sekitar 10-15 m. Saya sebut banyak karena di sepanjang perjalanan sore hingga malam itu, kalau saya hitung-hitung jumlahnya mencapai lebih duapuluh kendaraan parkir di sana.  

 

Kelihatannya memang mobil-mobil yang hendak dijual oleh pemiliknya. Keyakinan saya ini karena melihat di setiap mobil yang diparkir itu terdapat tempelan tulisan nomor tilpun. Bisa jadi ini memang cara yang dianggap efektif bagi masyarakat di sana untuk menawarkan mobilnya yang hendak dijual. Setidak-tidaknya, bebas biaya iklan baris, bebas calo dan hanya mereka yang sungguh-sungguh berminat saja yang akan menilpun menghubungi pemiliknya.

 

Semula saya kira itu mobil yang sengaja diparkir di sana karena pemiliknya sedang berada di ladang. Tetapi kok saya lihat di sekitarnya tidak ada orang-orang bekerja di sana, tidak juga ada perumahan penduduk. Benar-benar berada di daerah terbuka areal pertanian. Lebih heran lagi, saat hari sudah gelap pun saya masih menjumpai mobil-mobil di parkir di pinggir ladang. Berarti sepanjang siang dan malam mobil-mobil itu memang ditinggalkan berada di sana, atau dengan kata lain saya menyimpulkan bahwa wilayah itu tergolong wilayah yang aman dari para penjahil. 

 

***

 

Sekitar 100 km di sebelah selatan kota Waterloo, saya tiba di kota kecil Malcom. Kota ini sebenarnya hanya merupakan titik perlintasan antara jalan Hwy 63 dengan jalan bebas hambatan I-80 yang melintang timur-barat tepat di pertengahan antara kota Des Moines di sebelah barat dan Iowa City di sebelah timur. Setelah melintas di bawah jalan layang I-80, masih di kota Malcom, saya berhenti di sebuah stasiun pompa bensin untuk membeli air mineral dan sekalian beristirahat sejenak.

 

Terasa sangat sepi sekali suasana kota kecil ini, hanya tampak sedikit orang berlalu lalang dengan sedikit kendaraan melintas. Di saat malam hari, kota kecil ini tampak sebagai kota karena billboard dan lampu-lampu pertokoan yang ada di pinggir jalan seolah-olah memberi tanda adanya kehidupan.

 

Sebelum melanjutkan perjalanan ke arah selatan, sekali lagi saya membuka-buka peta perjalanan. Di kota mana kira-kira saya akan menginap. Menurut peta, ada beberapa kota agak besar di antara kota-kota kecil yang akan saya lalui, di antaranya Montezuma, Oskaloosa, Ottumwa dan Bloomfield, sebelum mencapai batas selatan negara bagian Iowa. Kota-kota kecil yang saya sebut di sini sebenarnya jauh lebih sepi dibandingkan dengan kota-kota kecamatan di Indonesia. Jadi memang benar-benar kecil, sepi dan tidak padat penduduknya.

 

Saat berangkat meninggalkan kota Malcom saya masih belum memutuskan akan menginap dimana, tergantung feeling saja nanti saat memasuki kota-kota itu enaknya menginap dimana. Namun rencana tetap harus dibuat. Mempertimbangkan saat itu sudah lewat jam 21:30, maka paling lama sejam lagi saya harus berhenti untuk bermalam. Kota yang pas untuk itu adalah Oskaloosa yang untuk mencapainya saya masih harus menempuh jarak kira-kira 33 mil (53 km) lagi. Selain itu, kota ini saya pilih karena saya tertarik dengan nama Oskaloosa yang kedengaran “aneh’ di telinga saya.

 

Melaju di jalan Hwy 63 ini saya agak mengendalikan kecepatan, sekitar 45 mil/jam (70 km/jam) saja. Selain sudah malam berada di jalan yang bukan bebas hambatan juga agar saya merasa agak santai. Baru selepas pukul 10 malam saya masuk ke batas kota Oskaloosa. Saya masih berada di pinggir utara kota saat saya melihat ada penginapan “Red Roof Inn”. Nama ini cukup saya kenal sebagai salah satu jaringan hotel-hotel transit di Amerika.

 

Mengingat ini adalah kota kecil yang tentunya tidak banyak menyediakan sarana penginapan, maka saya memutuskan untuk langsung saja masuk ke pelataran hotel. Akhirnya, jadilah saya dan keluarga bermalam di kota Oskaloosa yang malam itu sedang dihembus angin malam yang cukup dingin.

 

***     

 

Oskaloosa adalah sebuah kota berpopulasi sekitar 10,600 jiwa dan terletak pada ketinggian 256 m dia atas permukaan air laut. Salah satu yang menarik dari kota ini adalah adanya sebuah patung perunggu Chief Mahaska setinggi lebih dua meter yang berdiri di kawasan Taman Alun-alun Kota Oskaloosa. Ini adalah patung kebanggaan masyarakat Oskaloosa sebagai penghormatan atas kepemimpinan Mahaska, seorang tokoh suku Indian Ioway pada awal abad 18. Patung ini pertama kali dibangun pada tanggal 12 Mei 1909 dan baru saja selesai dipugar kembali pada tanggal 16 Oktober 1999.  

 

Chief Mahaska yang lahir tahun 1784 adalah seorang pemuda Indian Ioway yang tumbuh menjadi seorang pejuang pemberani. Ia membalas kematian ayahnya yang dibunuh oleh suku Indian Sioux. Dengan kemampuan dan keberaniannya di usianya yang masih muda, Chief Mahaska berhasil membunuh beberapa musuhnya dari suku Sioux, hingga akhirnya ia diangkat menggantikan kedudukan ayahnya sebagai pemimpin.

 

Salah satu catatan sejarah tentang Chief Mahaska ini menceriterakan bahwa pada bulan Juli dan Agustus 1824, Mahaska bersama sekelompok pemimpin dari suku Indian Ioway, Sauk dan Fox dikawal oleh pasukan kavaleri Amerika menuju ke kota Washington D.C. untuk membicarakan perjanjian pertanahan.

 

Waktu itu Amerika sudah berada di usia 48 tahun kemerdekaannya di bawah Presiden kelima James Monroe. Menyertai perjalanan ke Washington D.C. itu antara lain 19 orang kepala suku dan pejuang Indian, enam orang penterjemah dan empat wanita Indian termasuk juga istri Mahaska.

 

Ketika Mahaska dan rombongannya melintasi wilayah yang dihuni oleh orang-orang kulit putih, mereka melihat kenyataan betapa banyaknya orang-orang kulit putih itu, serta kekuatan dan kemakmurannya. Mahaska baru menyadari bahwa percuma saja dia melakukan perlawanan dan pertempuran. Ia kemudian berpikir untuk tidak akan lagi menyetujui dan mengambil bagian dalam setiap peperangan. Mahaska memutuskan untuk menyimpan senjata kapaknya (tomahawk) yang telah ia gunakan sejak masih muda.

 

Sekembali dari Washington, Mahaska membangun perumahan untuk keluarganya, memutuskan untuk mengikuti saran Presiden untuk membuka lahan pertanian dan hidup dalam kedamaian bersama masyarakatnya. Mahaska sendiri akhirnya mati dibunuh oleh musuhnya dari suku Indian lainnya. Mahaska juga disebut-sebut sebagai “saudara kaum kulit putih”.

 

Ini memang soal idealisme. Apakah itu berarti pemerintah Amerika telah memenangkan diplomasi untuk membujuk Mahaska dan pemimpin suku-suku Indian lainnya agar mau hidup bersama-sama membangun negeri Amerika? Pilihan yang diberikan Amerika bagi masyarakat Indian Ioway dengan memberi hak otonomi untuk mengurus dirinya sendiri.

 

Ataukah, Mahaska yang telah menyadari tidak ada lagi manfaatnya bertempur melawan pasukan Amerika, dan ia lalu mengambil keputusan untuk lebih baik bersama-sama masyarakatnya hidup berdampingan secara damai dengan bangsa kulit putih dengan tetap saling menghargai tradisi dan budaya masing-masing? Pilihan yang dinilainya lebih baik ketimbang bertempur yang tiada habisnya untuk mendirikan negara “Ioway Merdeka” di tengah kekuatan kaum kulit putih yang telah menguasai daratan Amerika.

 

Idealisme memang bukan fait a compli (sesuatu yang diterpaksakan). Idealisme adalah sebuah pilihan. Termasuk pilihan yang dikompromikan antara pemerintah Amerika dan masyarakat Indian Ioway pada masa itu, ketika Amerika sedang memulai era pembangunan negerinya yang belum lama merdeka.- (Bersambung)

 

 

Yusuf Iskandar

 

[Sebelumnya][Kembali][Berikutnya]